Press Release APINDO Kalimantan Selatan
DETAKWAKTUNEWS – Merespon Peraturan Menaker (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025 sebesar 6,5% yang berlaku secara nasional, APINDO Kalimantan Selatan menyampakan pendapatnya:
1.Menyarankan agar keputusan tersebut ditinjau ulang, karena tidak ada penjelasan terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 pasca putusan Mahkamah Kontitusi (MK). Dasar perhitungan ini sangat penting agar UMP tidak ditetapkan hanya berdasarkan selera dan keinginan salah satu pihak, padahal dampaknya berimbas pada banyak pihak, terutama dunia usaha;
2.Penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP ini diperlukan bagi dunia usaha, agar dapat mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut, sebab berpengaruh langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, terutama di sektor padat karya;
3.Mempertanyakan, apakah penetapan 6,5% tersebut telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual. Perlu diketahui bahwa Pertumbuhan Ekonomi Kalimantan Selatan hanya diangka 4,81%, angka itu di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5% lebih. Begitu juga dengan angka inflasi 1,9% yang bersaing dengan inflasi nasional, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 658, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 4,20%, dan dengan kenaikan 6,5% tersebut resiko kearah efisiensi dan PHK tenaga kerja akan meningkat;
4.Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan 6,5% ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, terutama prouduk lokal, baik di pasar domestik maupun internasional;
5.Penetapan yang berlaku secara nasional tersebut apakah juga mempertimbangkan kemajuan dan perkembangan ekonomi di tiap lokal di Indonesia, terutama terkait pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu yang mewakili kontibusi tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Juga apakah sudah memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja, serta apakah sudah melihat prinsip proporsional untuk memenuhi hidup layak pekerja;
6.Pertimbangan terhadap angka indeks tertentu tersebut yang menyebabkan kenaikan rata-rata nasional 6,5% harus dibicarakan secara serius dengan Dewan Pengupahan Provinsi untuk menyesuaikan kondisi dan kemampuan perusahaan di tingkat lokal, bukan justru ditetapkan sepihak dan seketika berlaku secara nasional;
7.Mempertanyakan keputusan yang bersifat top-down, karena semestinya hal yang memberi dampak pada banyak pihak ini diputuskan secara bottom-up, termasuk dengan memperhatikan berbagai dinamika dan problematika bersifat lokal;
8.Perbedaan upah minimum antar kabupaten/ kota walaupun di wilayah provinsi yang sama telah menjadi persoalan yang cukup lama, perlu adanya pembenahan dalam penetapan upah minimun agar disparitas upah minimum tidak melesat tajam yang dapat mengakibatkan kekurangan tenaga kerja di daerah tertentu karena eksodusnya tenaga kerja tersebut ke daerah dengan upah yang lebih tinggi.
9.APINDO Kalimantan Selatan, akan berperan aktif menciptakan hubungan industrial yang damai (ketenangan kerja dan kelangsungan usaha) dengan semangat gotong royong dan musyawarah demi terwujudnya keadilan sosial serta kesejahtraan bersama.
Demikian pendapat yang disampaikan APINDO Kalimantan Selatan, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pertumbuhan dunia usaha dan perkembangan ekonomi Kalimantan Selatan berjangka panjang.
Banjarmasin, 8 Desember 2024
APINDO Kalimantan Selatan
H. Winardi Sethiono
Ketua