DETAKWAKTUNEWS, Tamiang Layang – Pengadilan Negeri (PN) Tamiang Layang Kabupaten Barito Timur menggelar sidang pemeriksaan setempat (PS) terkait sengketa antara seorang anggota Polri bernama Muhammad Rafi’i dan Sutiyo Budi, dengan objek yang disengketakan yaitu tanah dan bangunan di RT 08 Kelurahan Tamiang Layang, Kamis, 12 Juni 2025.
Ketua Majelis Hakim PN Tamiang Layang, Arief Heryogi, saat memimpin PS menjelaskan bahwa PS dilakukan oleh hakim di lokasi objek yang disengketakan agar hakim dapat melihat langsung kondisi objek yang menjadi objek sengketa, sehingga dapat memperoleh gambaran atau keterangan yang lebih pasti terkait peristiwa yang menjadi sengketa.
Untuk itu dalam PS tersebut PN Tamiang Layang melibatkan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan posisi objek yang disengketakan.
Setelah memberikan kesempatan kedua belah pihak untuk menunjukkan batas-batas tanah, kemudian sidang diskors untuk memberikan waktu kepada kedua belah pihak membuat kesimpulan dan menyampaikan ke PN Tamiang Layang paling lambat tanggal 19 Juni 2025.
Saat diwawancarai usai sidang PS, Ahmad Gazali Noor sebagai penasihat hukum Muhammad Rafi’i, menyampaikan bahwa sidang PS ini menjadi kesepakatan pihaknya untuk menyampaikan apa yang telah didalilkan dalam gugatan perlawanan atas sita eksekusi yang dilakukan PN Tamiang Layang berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tamiang Layang Nomor 1/Pdt. Eks/2024/PN Tml Jo. Nomor 1/Pdt.G.S/2024/PN Tml tertanggal 12 November 2024.
Dia kemudian menanggapi kesempatan yang diberikan oleh majelis hakim akan adanya perdamaian. Menurut Ahmad Gazali Noor, pihaknya siap membayar kerugian yang diminta namun dengan syarat mobil yang telah diambil Sutiyo Budi menjadi milik pihaknya.
“Kami siap membayar sesuai dengan keputusan sebesar Rp77.715.000, namun dengan syarat mobil diberikan kepada kami,” katanya.
Ahmad juga menyampaikan dalam PS tersebut dia melihat bahwa pihak terlawan tidak dapat menyebutkan nama pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan objek sengketa, sedangkan pihaknya bisa menyebutkan dengan jelas.
Sementara itu Yudha Purwanto yang merupakan pemilik awal objek sengketa tersebut dan berperan sebagai saksi dalam perkara ini menyampaikan bahwa pihaknya telah memperbaiki mobil milik Sutiyo Budi yang rusak akibat kecelakaan saat disewa, kemudian mobil itu dititipkan di polres Hulu Sungai Utara.
“Kami juga sudah membayar kompensasi sebesar Rp250.000 per hari selama 28 hari atau total Rp5.800.000,” imbuhnya.
Selain membayar kompensasi, Yudha juga mengaku telah memperbaiki mobil tersebut dengan total biaya yang dihabiskan sebesar Rp40.000.000.
Sementara itu Sutiyo Budi menyampaikan bahwa wajar saja bahwa pihaknya tidak dapat menyebabkan nama pemilik tanah yang berbatasan langsung dengan objek sengketa. Namun objek yang dimaksud sudah sesuai dengan data aset yang diajukan di pengadilan untuk disita.
Sutiyo juga menegaskan bahwa dirinya siap menyampaikan kesimpulan sesuai dengan permintaan majelis hakim pada sidang PS.
“Berdasarkan bukti surat-surat yang saya tunjukkan di pengadilan, saya yakin bahwa saya dalam posisi yang benar karena itu saya berharap nanti setelah kesimpulan majelis hakim dapat memutuskan perkara ini se-adil-adilnya,” ucap Sutiyo.
Dia kemudian menyanggah pernyataan Yudha Tri Purwanto yang menyampaikan bahwa telah membayar kompensasi sebesar Rp250.000 selama 28 hari. Menurutnya kompensasi yang dibayar Yudha hanya sebesar Rp200.000 per hari dan itu dilakukan saat perkara ini belum ditangani oleh pengadilan sebagai konsekuensi akibat mobil sewaan itu tidak beroperasi.
“Di situ (dalam perjanjian) juga kami tegaskan bahwa bukan kami menyerahkan kepemilikan mobil itu ke mereka, tapi menyerahkan untuk perbaikan, dan setelah perbaikan mobil itu dijual kemudian mereka menambah kekurangannya untuk membeli unit baru dengan tahun produksi yang sama,” terangnya.
Sutiyo menambahkan, bahwa perkara ini akhirnya sampai ke pengadilan karena Yudha Tri Purwanto wanprestasi atas perjanjian ganti rugi yang telah disepakati.
Sesuai keterangan Sutiyo Budi, kasus ini bermula pada 27 Oktober 2023, saat Yudha Tri Purwanto menyewa sebuah mobil Toyota Avanza berwarna putih dengan nomor polisi DA 1617 DB milik Sutiyo Budi.
Dua hari kemudian, tepatnya pada 29 Oktober sekitar pukul 01.48 WITA, Yudha mengalami kecelakaan tunggal di wilayah Muara Tapus, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Akibat kecelakaan tersebut, mobil yang disewa mengalami kerusakan parah dan tidak bisa digunakan lagi.
Pasca-kejadian, kedua belah pihak sempat menempuh jalan damai. Mereka menyepakati perjanjian tertulis yang disaksikan oleh warga dan Ketua RT setempat. Dalam surat tersebut, Yudha Tri Purwanto menyatakan kesediaannya untuk mengganti mobil dengan unit lain yang memiliki tahun produksi sama, yaitu tahun 2012. Untuk memenuhi kewajibannya, Yudha meminta waktu satu bulan untuk memperbaiki mobil yang rusak agar dapat dijual, dan hasilnya akan digunakan untuk membeli mobil pengganti.
Namun setelah waktu yang dijanjikan berlalu, Yudha tidak menepati kesepakatan. Ia malah berupaya mengembalikan mobil yang telah diperbaiki sebagian, padahal masih terdapat banyak kerusakan yang belum diperbaiki. Merasa dirugikan, Sutiyo Budi mengirimkan tiga kali surat somasi kepada Yudha, namun tidak mendapat tanggapan. Bahkan, Yudha menyatakan siap menghadapi jalur hukum.
Setelah upaya kekeluargaan gagal, Sutiyo akhirnya menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Tamiang Layang. Pada 23 April 2024, majelis hakim mengabulkan gugatan dan menghukum Yudha Tri Purwanto untuk membayar ganti rugi sebesar Rp120.350.000 kepada Sutiyo Budi.
Yudha kemudian mengajukan keberatan. Pada 1 Mei 2024, majelis hakim mengabulkan keberatan tersebut dan menetapkan besaran ganti rugi menjadi Rp77.715.000. Namun, hingga proses aanmaning (teguran dari pengadilan) dilakukan oleh Ketua PN Tamiang Layang, Yudha masih tidak memenuhi kewajibannya. Ia hanya menyatakan sanggup membayar sebesar Rp100.000 per bulan.
Menolak tawaran tersebut, Sutiyo Budi mengajukan permohonan sita eksekusi terhadap aset milik Yudha Tri Purwanto berupa tanah dan bangunan, sebagai upaya hukum untuk menagih ganti rugi yang telah ditetapkan pengadilan.
Namun kemudian hari, sita eksekusi pada 6 Maret 2025 mendapatkan perlawanan dari Muhammad Rafi’i yang mengaku telah membeli secara sah aset milik Yudha Tri Purwanto tersebut setelah ketetapan sita eksekusi dilaksanakan. (A. Fahrizali)